Pengertian Suku Asmat Papua dan Kebudayaannya

Pengertian Suku Asmat Papua dan Kebudayaannya
Minggu, 23 Agustus 2015
Konten [Tampil]
Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah papua bagian barat, sehingga sering disebut sebagai Papua Barat terutama oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM), para Nasionalis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk negara sendiri. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands New Guinea atau  Dutch New Guinea) Setelah berada dibawah penguasaan Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas freeport, nama yang tetap digunakan secara resmi hingga tahun 2002.

Suku Asmat Papua adalah sebuah suku di mendiami mayoritas di Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu suku Bisman yang berada di antara sungai Sinesty dan sungai Nin serta suku Simai.

Daerah kebudayaan suku bangsa Asmat adalah daerah pegunungan di bagian selatan Papua (Irian). Suku bangsa Asmat terdiri dari Asmat Hilir dah Asmat Hulu. Asmat Hilir bertempat tinggal di dataran rendah yang luas sepanjang pantai yang tertutup hutan rimbun, rawa dan sagu. Sedangkan suku Asmat Hulu bertempat tinggal di daerah berbukit-bukit dengan padang rumput yang luas. Suku bangsa Asmat menggunakan bahasa lokal yaitu bahasa Asmat.

Papua adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak dibagian tengah pulau Papua atau bagian paling timur West New Guinea (Irian Jaya). Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini atau East New Guinea.

kondisi fisik anggota masyarakat Suku Asmat, berperawakan tegap, hidung mancung dengan warna kulit dan rambut hitam serta kelopak matanya bulat. Disamping itu, Suku Asmat termasuk ke dalam suku Polonesia, yang juga terdapat di New Zealand dan Papua Nugini.
Suku asmat meiliki cara yang sangat sederhana untuk merias diri mereka. mereka hanya membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah. untuk menghasilkan warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan. sedangkan warnah hitam mereka hasilkan dari arang kayu yang dihaluskan. cara menggunakan pun cukup simpel, hanya dengan mencampur bahan tersebut dengan sedikit air, pewarna itu sudah bisa digunkan untuk mewarnai tubuh.

Sehari-hari orang Asmat bekerja di lingkungan sekitarnya, terutama untuk mencari makan. Anak-anak harus membantu orangtuanya. Mereka mencari umbi, udang, kerang, kepiting, dan belalang untuk dimakan. Sementara itu para bapak menebang pohon sagu serta berburu binatang di hutan. Bahan makanan yang sudah terkumpul dimasak oleh para ibu. Selain punya tugas memasak, para ibu juga mempunyai tugas menjaring ikan di rawa-rawa.

Kehidupan suku bangsa Asmat dulunya adalah Semi Nomad, namun sekarang sudah ditinggalkan. Mereka tinggal di pegunungan yang saling berjauhan karena perasaan takut diserang musuh. Rumah Bujang merupakan tempat semua kegiatan desa dan upacara adat terpusat.

Dasar organisasi sosial masyarakat suku bangsa Asmat adalah keluarga inti monogamy kadang-kadang poligini. Kesatuan keluarga yang lebih luas yaitu uxorilokal yakni pasangan pengantin sesudah menikah berada di rumah keluarga yang lebih luas, atau avunkulokal, yaitu pasangan pengantin setelah menikah akan bertempat tinggal di rumah istri dari keluarga ibu. Tysem adalah tempat orang Asmat melaksanakan kegiatan sehari-hari dan tempat menyimpan senjata maupun peralatan untuk berburu, menangkap ikan, menanam dan berkebun.

Seorang ibu dewasa selalu harus mengalami upacara misiasi yang dilaksanakan di rumah terpusat keluarga klan yang disebut yew, yang merupakan rumah keramat, digunakan untuk melaksanakan berbagai upacara religi. Yew biasanya dikelilingi oleh 10 sampai 15 tysem.

Dalam menjalankan proses kehidupannya, masyarakat dalam kebudayaan suku Asmat menjalankannya melalui berbagai proses, sebagai berikut:

Kehamilan
Selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga dengan baik agar bisa lahir dengan selamat dengan donasi ibu kandung alau ibu mertua. Generasi penerus akan didik berdasarkan adat-istiadat nan berlaku dalam kebudayaan suku Asmat .

Kelahiran
Kebudayaan suku Asmat dalam proses kelahiran, tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan upacara selamatan secara sederhana dengan acara mutilasi tali pusar nan menggunakan Sembilu, alat nan terbuat dari bambu nan dilanjarkan. Selanjutnya, diberi ASI sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.

Pernikahan
Proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita nan telah berusia 17 tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian buat membeli wanita dengan mas kawinnya piring kuno nan berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal bahtera Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga bahtera Johnson, maka pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.

Dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, baik kaum pria maupun wanita melakukannya di ladang atau kebun, disaat prianya pulang dari berburu dan wanitanya sedang berkerja di ladang. Selanjutnya, ada peristiwa nan unik lainnya dimana anak babi disusui oleh wanita suku ini hingga berumur 5 tahun.

Kematian
Bila kepala suku atau kepala adat nan meninggal, maka jasadnya disimpan dalam bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian berbahasa Asmat dan mutilasi ruas jari tangan dari anggota keluarga nan ditinggalkan.

Masyarakat dalam kebudayaan suku Asmat melakukan kegiatan bercocok tanam di ladang, dengan jenis tanamannya wortel, matoa, jeruk, jagung, ubi jalar dan keladi juga beternak ayam, babi. Demikian menariknya adat istiadat suku ini, sehingga perlu dilestarikan. Disamping itu juga, bisa digunakan sebagai obyek pariwisata buat mendapatkan devisa bagi negara.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel